Wawancara
atau review merupakan suatu bentuk komunikasi verbal atau semacam percakapan
yang bertujuan untuk memperoleh informasi tertentu. Bila guru menanya siswa
tentang keadaan lingkungan tempat ringgal, atau kkita menanya seorang guru
tentang seluk-beluk pembelajaran, ini adalah wawancara. Namun, wawancara
sebagai alat penelitian lebih sistematis. Wawancara tidak sekedar
ngomong-ngomong atau percakapan biasa, tetapi percakapan yang memerlukan
kemampuan pewawancara mengajukan pertanyaan yang dirumuskan secara tajam, halus
dan tepat, dan kemampuan untuk menangkap buah fikiran orang lain dengan tepat
dan cepat. Bila pertanyaan salah ditafsirkan, pewawancara harus mampu untuk
merumuskan segera dengan kata-kata lain atau mengajukan pertannyaan lain agar dapat dipahami oleh responden.
Keberhasilan
pengumpulan data dalam wawancara sangat tergantung pada hal-hal sebagai
berikut:
1) Kemampuan
pewawancara menciptakan hubungan baik dengan responden sehingga wawancara dapat
berjalan dengan lancar
2) Kemampuan
pewawancara menyampaikan semua pertanyaan yang telah disiapkan kepada responden
3) Kemampuan
pewawancara untuk merekam semua jawaban lisan dari responden dengan teliti dan
akurat
4) Kemampuan
pewawancara untuk menggali informasi lebih dalam (probing) dengan pertanyaan yang tepat dan netral.
Wawancara
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu wawancara berstruktur dan wawancara
tak berstruktur.
a.
Wawancara
Berstruktur
Wawancara
berstruktur dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun secara
sisitematis dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur berbagai dimensi
wawancara itu. Misalnya pertanyaan yang diajukan telah ditentukan bahkan
kadang-kadang juga jawabannya, demikian pula lingkup masalah yang akan ditanya
harus dibatasi dengan jelas. Pada wawancara berstruktur, semua pertanyaan telah
dirumuskan dengan cermat, biasanya secara tertulis. Pewawancara dapat
menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sewaktu melakukan wawancara
atau bila mungkin menghafalkan diluar kepala agar percakapan lebih lancar.
Jawaban atas pertanyaan dapat juga ditentukan lebih dahulu secara pilihan
berganda.
Menurut
Nasution (1987 : 154) wawancara berstruktur mempunyai beberapa keuntungan
antara lain :
a) Tujuan
wawancara lebih jelas dan tepusat pada hal-hal yang telah ditentukan sebelumnya
sehingga tidak ada bahaya bahwa percakapan akan menyimpang dari tujuan,
b) Jawaban-jawaban
mudah dicatat dan diberi kode, dan karena itu,
c) Data
lebih mudah diolah dan saling dibandingkan.
b.
Wawancara
Tidak Berstruktur
Pada
wawancara tidak berstruktur tidak disiapkan daftar pertanyaan sebelumnya.
Pewawancara hanya mengkaji suatu masalah secara umum, misalnya kualitas
pendidikan di indonesia. Pewawancara boleh menanyakan apa saja yang dianggap
perlu dalam situasi wawancara itu. Pertanyaan tidak perlu diajukan dalam urutan
yang sisitematis, bahkan pertanyaan tidak perlu sama dengan yang telah
direncanakan atau boleh saja berubah asalkan dengan konteks yang sama. Namun,
ada baiknya pewawancara mencatat pokok-pokok penting sebagai pegangan yang akan
ditanyakan sesuai dengan tujuan wawancara. Responden boleh menjawab secara
bebas menurut isi hati atau pikirannya. Lama wawancara juga tidak ditentukan
dan diakhiri menurut kondisi dan keperluan pewawancara.
Kelebihan
wawancara tidak berstruktur adalah mengandung “kebebasan”, sehingga responden
secara spontan dapat mengeluarkan segala sesuatu yang dirasakan atau dipikirkan
untuk dikemukannya. Dengan demikian, pewawancara memperoleh gambaran yang lebih
luas tentang masalah yang diteliti karena setiap responden bebas meninjau
berbagai aspek menurut pandangan dan pikiran masing-masing, dan dengan demikian
dapat memperkaya wawasan atau informasi peneliti.
Namun,
wawancara tidak berstruktur mengandung beberapa kelemahan. Di antara kelemahan
itu adalah data yang diperoleh secara bebas ini sukar diberi kode, dan karena
itu sukar diolah untuk saling diperbandingkan. Karena kesulitan ini maka
peneliti dapat membatasi kebebasan itu dengan mengadakan struktur dalam
pertanyaan, sehingga data yang diperoleh dapat disusun menurut sisitematika
tertentu. Kelemahan lain adalah wawancara tidak selalu mengungkapkan hal-hal
yang baru sehingga merupakan ulangan dari wawancara sebelumnya, yang berarti
pemborosan waktu dan tenaga. Untuk mengatasi kelemahan ini dapat dilakukan
dengan responden secara cermat. (Lufri, 2005 : 110-113)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar